Hubungan bahasa dengan faktor sosial
Manusia
adalah mahkluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri melainkan selalu
berinteraksi dengan sesamanya. Untuk keperluan tersebut, manusia menggunakan
bahasa sebagai alat komunikasi sekaligus sebagai identitas kelompok. Hal
tersebut dapat dibuktikan dengan terbentuknya berbagai bahasa di dunia yang
memiliki ciri-ciri yang unik yang menyebabkannya berbeda dengan bahasa lainnya.
Hubungan antara bahasa dengan
konteks sosial tersebut dipelajari dalam bidang Sosiolinguistik, sebagaimana
yang dikemukakan oleh Trudgill bahwa “Sosiolinguistik adalah bagian linguistik
yang berkaitan dengan bahasa, fenomena bahasa dan budaya. Bidang ini juga
mengkaji fenomena masyarakat dan berkaitan dengan bidang sains sosial seperti
Antropologi atau sistem kerabat (Antropologi) bisa juga melibatkan geografi dan
sosiologi serta psychologi sosial”.
Manakala, Fishman menyatakan bahwa
Sosiolinguistik memiliki komponen utama yaitu ciri-ciri bahasa dan fungsi
bahasa. Fungsi bahasa dimaksud adalah fungsi sosial (regulatory) yaitu untuk
membentuk arahan dan fungsi interpersonal yaitu menjaga hubungan baik serta
fungsi imajinatif yaitu untuk menerangkan alam fantasi serta fungsi emosi
seperti untuk mengungkapkan suasana hati seperti marah, sedih, gembira dan
apresiasi. Perkembangan bahasa yang sejalan dengan perkembangan kehidupan
manusia di abad modern menunjukkan fenomena yang berubah-ubah antara lain
dengan penggunaan bahasa sebagai alat pergaulan tertentu yang dikenal dengan
variasi bahasa seperti jargon dan argot.
2.2 Menjelaskan hubungan bahasa dengan kelas sosial.
Kelas sosial (sosial class) mengacu
pada golongan masyarakat yang mempunyai kesamaan tertentu dalam bidang
kemasyarakatan seperti ekonomi, pekerjaan, pendidikan, kedudukan, kasta,
dan sebagainya. Misalnya si A adalah seorang bapak di keluarganya, yang
juga berstatus sosial sebagai guru. Jika dia guru di sekolah negeri , dia
juga masuk ke dalam kelas pegawai negeri. Jika dia seorang sarjana, dia bisa
masuk kelas sosial golongan “terdidik” dan sebagainya.
Ragam bahasa kelas sosial
Kita melihat di Indonesia kelas
sekelompok pejabat yang mempunyai kedudukan tinggi. Tetapi ragam bahasanya
justru nonbaku. Ragam bahasa mereka dapat dikenali dari segi lafal mereka,
yaitu akhiran –kan yang dilafalkan –ken. Jadi perbedaan atau penggolongan
kelompok masyarakat manusia tercermin dalam ragam bahasa golongan
masyarakat itu.
Peranan Labov
Tahun 1966, William Labov
menerbitkan hasil penelitiannya yang luas tentang tutur kota New York, berjudul
The Social Stratification of English in New York City (lapisan sosial Bahasa
Inggris di Kota New York). Ia mengadakan wawancara yang direkam, tidak dengan
sejumlah kecil informan, hanya terdiri dari 340 orang. Dengan ini Lobov
memasukkan metode sosiologi ke dalam penelitiannya. Sosiologi menggunakan
metode pngukuran kuantitatif dengan jumlah besar, dan dengan metode
sampling.
Kelas sosial dan ragam baku
Ada kaidah yang baku dalam bahasa
Inggris. Jika subjek adalah kata ganti orang ke tiga tunggal (she, he, it),
predikat kata kerjanya harus menggunakan sifiks-s. kemudian diadakan penelitian
apakah ada hubungan antara kelompok sosial dengan gejala bahasa ini. Penelitian
diadakan di dua tempat, yaitu di Detroit (AS) dan di Norwich (Inggris).
Informannya meliputi berbagai tingkat kelas sosial, yaitu:
Kelas Menengah Tinggi (KMT)
Kelas Menengah Atas (KMA)
Kelas pekerja (buruh) menengah (KPM)
Kelas pekerja bawah (KPB)
Keterkaitan Bahasa dengan Komunikasi
Bahasa dengan komunikasai sangat berhubungan. Dalam
setiap komunikasi bahasa ada dua pihak yang terlibat, yaitu pengirim pesan
(sender) dan penerima pesan (receiver). Ujaran (berupa kalimat atau
kalimat-kalimat) yang digunakan untuk menyampaikan pesan (berupa gagasan,
pikiran, saran, dan sebagainya) itu disebut pesan. Dalam ini pesan tidak lain
pembawa gagasan (pikiran, saran, dan sebagainya) yang disampaikan pengirim
(penutur) kepada penerima (pendengar). Setiap proses komunikasi bahasa dimulai
dengan si pengirim merimuskan terlebih dahulu yang ingin diujarkan dalam suatu
kerangka gagasan. Proses ini dikenal sebagai istilah semantic encoding.
Ada dua macam komunikasi bahasa,
yaitu komunikasi searah dan komunikasi dua arah. Dalam komunikasi searah, si
pengirim tetap sebagai pengirim, dan si penerima tetap sebagai penerima.
Misalnya, dealam komunikasi yang bersifat memberitahukan, khotbah di mesjid
atau gereja, ceramah yang tidak diikuti Tanya jawab. Dalam komunikasi dua arah,
secara berganti-ganti si pengirim bisa menjadi penerima, dan penerima menjadi
pangirim. Komunikasi dua arah ini terjadi dalam rapat, perundingan, diskusi dan
sebagainya.
Sebagai alat komunikasi, bahasa itu terdiri dari dua
aspek yaitu:
a. Aspek
linguistic
Aspek nonlinguistik atau paralinguistic
Kedua aspek itu bekerjasama dalam
membangun komunikasi bahasa. Aspek linguistik mencakup tataran fonologis,
morfologis, dan sintaksis. Ketiga tataran ini mendukung terbentuknya yang akan
disampaikan, yaitu semantik (yang di dalamnya terdapat makna, gagasan, idea tau
konsep). Aspek paralinguistik mencakup:
Kualitas ujaran, yaitu pola ujaran
seseorang seperti falsetto (suara tinggi), staccato (suara terputus-putus), dan
sebagainya.
Unsur supra segmental, yaitu tekanan
(stress), nada (pitch), dan intonasi.
Jarak dan gerak-gerik tubuh, seperti gerakan tangan, anggukan kepala, dan sebagainya.
Jarak dan gerak-gerik tubuh, seperti gerakan tangan, anggukan kepala, dan sebagainya.
Rabaan, yakni yang berkenaan dengan
indera perasa (pada kulit).v
Aspek linguistic dan paralinguistik berfungsi sebagai alat komunikasi, bersama-sama dengan konteks situasi membentuk atau membangun situasi tertentu dalam proses komunikasi.
Aspek linguistic dan paralinguistik berfungsi sebagai alat komunikasi, bersama-sama dengan konteks situasi membentuk atau membangun situasi tertentu dalam proses komunikasi.
b. Pengaruh
bahasa dalam Ragam kelas Sosial
Perkembangan bahasa yang searah
dengan perkembangan kehidupan manusia di abad modern menunjukkan fenomena yang
berubah-ubah antara lain dengan penggunaan bahasa sebagai alat pergaulan
tertentu yang dikenal dengan variasi bahasa.
2.3
Menjelaskan hubungan bahasa dengan jenis kelamin.
Di dalam sosiolinguistik, bahasa dan
jenis kelamin memiliki hubungan yang sangat erat. Secara khusus, pertanyaan
yang telah menjamur sebagai bahan diskusi adalah, “mengapa cara berbicara
wanita berbeda dengan laki-laki?” Dalam kata lain, kita tertuju pada beberapa
factor yang menyebabkan wanita menggunakan bahasa standar lebih sering
dibanding pria. Di dalam menjawab pertanyaan tersebut, kita harus menentukan
bahasa sebagai bagian social, perbuatan yang berisi nilai, yang mencerminkan
keruwetan jaringan social, politik, budaya, dan hubungan usia dalam sebuah
masyarakat.
Beberapa ahli bahasa percaya bahwa
wanita sadar di dalam masyarakat status mereka lebih rendah dari pada
laki-laki, mereka menggunakan bentuk bahasa yang lebih standar dari pada
laki-laki yang menghubungkan cara masyarakat memperlakukan wanita. Kesenjangan
antara pria dan wanita memang terlihat sangat jelas. Dari segi fisik, wanita
terlihat lebih gemuk namun tidak berotot dan wanita lebih lemah dibanding
dengan pria. Begitu juga dengan suara, wanita mempunyai suara yang berbeda
dengan pria. Di samping itu, factor sosiokultural juga mempengaruhi perbedaan
dintara keduanya dalam berbahasa atau berbicara. Misalnya, di dalam bidang
pekerjaan, wanita memiliki peran yang berbeda dalam suatu masyarakat.
Menurut Janet Holmes, women
"are designated the role of modelling correct behaviour in the community."
Dalam sudut pamdang ini, di dalam berbicara wanita diharapkan lebih sopan.
Namun, ini tidak selalu benar. Kita semua tahu bahwa hubungan antara ibu dan
anaknya atau suami dan istri biasanya tidak formal, diselingi dengan colloquial
atau bentuk ujaran sehari-hari.
Selain itu, tidak dapat dibayangkan untuk seorang wanita menggunakan kata seru/lontaran yang “keras”, seperti damn atau shit; wanita hanya dapat bilang oh dear atau fudge. Robin Lakoff percaya bahwa syntax yang lebih banyak digunakan oleh wanita adalah question tag, seperti You'd never do that, would you?
Dengan menggunakan bahasa yang sopan atau standar, wanita mencoba melindungai wajahnya, (keinginan atau kebutuhan mereka). Dalam kata lain, wanita menuntut status social yang lebih.
Selain itu, tidak dapat dibayangkan untuk seorang wanita menggunakan kata seru/lontaran yang “keras”, seperti damn atau shit; wanita hanya dapat bilang oh dear atau fudge. Robin Lakoff percaya bahwa syntax yang lebih banyak digunakan oleh wanita adalah question tag, seperti You'd never do that, would you?
Dengan menggunakan bahasa yang sopan atau standar, wanita mencoba melindungai wajahnya, (keinginan atau kebutuhan mereka). Dalam kata lain, wanita menuntut status social yang lebih.
Selain itu ada beberapa penyebab
terjadinya perbedaan berbahasa antara pria dan wanita, diantaranya dalam
fonologi, morfologi, dan diksi. Dalam segi fonologi, antara pria dan wanita
memiliki beberapa perbedaan, seperti halnya di Amerika wanita menggunakan palatal
velar tidak beraspirasi, seperti kata kjatsa (diucapkan oleh wanita) dan djatsa
(diucapkan oleh pria). Di scotlandia, kebanyakan wanita menggunakan konsonan
/t/ pada kata got, not, water, dan sebagainya. Sedangkan prianya lebih sering
mengubah konsonan /t/ dengan konsonan glottal tak beraspirasi. Dalam bidang
morfologi, Lakoff menyatakan bahwa wanita sering menggunakan kata-kata untuk
warna, seperti mauve, beige, aquamarine, dan lavender yang mana kata-kata ini
jarang digunakan oleh pria. Selain itu, wanita juga sering menggunakan kata
sifat, seperti adorable, charming, divine, lovely, dan sweet.
Dilihat dari diksi, wanita memiliki
kosa kata sendiri untuk menunjukkan efek tertentu terhadap mereka. Kata dan
ungkapan seperti so good, adorable, darling, dan fantastic. Di samping itu
bhasa inggris membuat perbedaan kata tertentu berdasarkan jenis kelamin seperti
actor-actress, waiter-waitress, mr.-mrs. Pasangan kata lain yang menunjukkan
perbedaan yang serupa adalah boy-girl, man-woman, bachelor-spinter dan lain
sebagainya. Hal ini terjadi karena adanya kesadaran dari sebagian komunitas
masyarakat yang tidak kentara bahwa perbedaan ini dibuat, dalam pilihan kosa
kata, digunakan untuk menggambarkan masing-masing peranan yang dipegang antara
laki-laki dan perempuan. Dalam hal panggilan wanita juga berbeda dengan pria.
Biasanya dalam menggunakan panggilan untuk mereka (wanita) sering digunakan
kata-kata seperti dear, miss, lady atau bahkan babe (baby). Dalam
bersosialisasi, biasanya laki-laki lebih sering berbicara seputar olah raga,
bisnis, politik, materi formal, atau pajak. Sedangkan topic yang dibicarakan
oleh wanita lebih menjurus kepada masalah kehidupan social, buku, makanan,
minuman, dan gaya hidup.
2.4
Menjelaskan hubungan bahasa dengan usia.
Dalam
kehidupan sehari-hari, penggunaan bahasa tidak semata-mata tidak didasarkan
atas prinsip well-formed dalam sintaksis, melainkan atas dasar
kepentingan agar komunikasi tetap dapat berjalan. Lebih tepatnya, dengan
mengikuti kecenderungan dalam etnometologi, bahasa digunakan oleh masyarakat
tutur sebagai cara para peserta interaksi saling memahami apa yang mereka
ujarkan. Atas dasar ini, pertama, dapat di pahami dan memang sering kita
temukan, bahwa komunikasi tetap dapat berjalan meskipun menggunakan bahasa yang
tidak apik secara sintaksis; dan kedua, demi kebutuhan para anggota masyarakat
tutur untuk mengorganisasi dan memahami kegiatan mereka, selain tata bahasa,
makna juga merupakan hal yang tidak dapat diabaikan dalam analisis bahasa.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa perbedaan utama antara sintaksis dan
pragmatik, sekaligus menyatakan pentingnya study pragmatik dalam lingustik,
terletak pada makna ujaran dan pada pengguna bahasa. Salah satunya adalah
bahasa berpengaruh pada tingkat usia. Yaitu bagaimana kita menggunakan bahasa
pada orang yang lebih tua, dengan sesama/sebaya, atau bahkan dengan anak-anak.
2.5
Menjelaskan hubungan bahasa dengan seni dan religi.
Bahasa, seni dan
religi adalah tiga hal yang tidak terpisahkan. Dalam bahasa ada kesenian dan
religi. Sebaliknya dalam seni dan agama terdapat bahasa. Ketiganya merupakan
unsur kebudayaan yang universal. Bahasa, seni dan religi merupakan 3 dari 7
unsur kebudayaan universal. Bahasa menempati urutan pertama, religi urutan
keenam dan kesenian urutan ke ketujuh. Menurut Robert Sibarani (2002), bahasa
ditempatkan urutan pertama karena manusia sebagai makhluk biologis harus
berinteraksi dan berkomunikasi dalam kelompok sosial.
Untuk mengadakan
interaksi dan komunikasi, manusia memerlukan bahasa. Bahasa merupakan
kebudayaan yang pertama dimiliki setiap manusia dan bahasa itu dapat berkembang
karena akal atau sistem pengetahuan manusia. Dalam proses kehidupannya, manusia
kemudian menyadari dirinya sebagai makhluk yang lemah dalam memenuhi berbagai kebutuhan
hidupnya, maka lahirlah keyakinan didalam diri manusia bahwa ada kekuatan lain
yang maha dahsyat di luar dirinya. Timbul dan berkembanglah religi. Untuk
mengiringi kepercayaan atau sistem religi itu supaya lebih bersemangat dan
lebih semarak maka diciptakanlah seni. Berdasarkan uraian di atas, hubungan
bahasa, seni dan agama/religi/kepercayaan adalah kesenian menyempurnakan dan
menyemarakkan sistem religi dengan menggunakan media bahasa.
Bahasa, seni dan
religi merupakan unsur-unsur kebudayaan universal. Bahasa menempati urutan
pertama. Bahasa adalah induk dari segala kebudayaan. Atas dasar itu, hubungan
bahasa, seni dan religi dapat juga diperoleh dengan memahami hubungan bahasa
dengan kebudayaan. Menurut Robert Sibarani (2002), fungsi bahasa dalam
kebudayaan dapat diperinci:
1. Bahasa sebaga
sarana pengembangan kebudayaan.
2. bahasa sebagai
penerus kebudayaan.
3. Bahasa sebagai
inventaris ciri-ciri kebudayaan.
Bahasa sebagai sarana
pengembangan kebudayaan mengandung makna bahwa bahasa berperan sebagai alat
atau sarana kebudayaan, untuk mengembangkan kebudayaan itu sendiri. Kebudayaan
Indonesia dikembangkan melalui bahasa Indonesia. Khazanah kebudayaan Indonesia
dijelaskan dan disebarkan melalui bahasa Indonesia, sebab penerimaan kebudayaan
hanya bisa terwujud apabila kebudayaan itu dimengerti, dipahami dan dijunjung
masyarakat itu sendiri. Sarana untuk memahami kebudayaan adalah bahasa. Atas
dasar itu, hubungan bahasa dengan kesenian dan religi adalah bahasa sebagai
sarana pengembangan kesenian dan religi. Kesenian dan religi yang ada di
Indonesia dikembangkan melalu bahasa Indonesia. Kesenian dan religi yang tumbuh
dan berkembang di Indonesia adalah kesenian dan religi yang dapat dimengerti
dan dipahami oleh masyarakat Indonesia. Sarana untuk memahami kesenian dan
religi adalah bahasa Indonesia.
Bahasa sebagai jalur
penerus kebudayaan mengandung makna bahwa bahasa berperan sebagai sarana
pewarisan kebudayaan dari generasi ke generasi. Menurut Robert Sibarani (2002),
kebudayaan nenek moyang yang meliputi pola hidup, tingkah laku, adat istiadat,
cara berpakaian, dan sebagainya dapat kita warisi dan wariskan kepada anak cucu
kita melalui bahasa. Atas dasar itu, hubungan bahasa dengan kesenian dan religi
adalah bahasa berperan sebagai sarana pewarisan kebudayaan dari generasi ke
generasi. Kesenian dan religi nenek moyang kita yang sudah ada beratus-ratus
tahun lalu masih bisa dipelajari oleh kita sekarang hanya karena bantuan
bahasa. Kesenian dan sistem religi yang tertulis dalam naskah-naskah lama, yang
mungkin ditulis beratus-ratus tahun lalu bisa kita nikmati sekarang hanya
karena ditulis dalam bahasa.
Bahasa sebagai
inventaris ciri-ciri kebudayaan mengandung makna bahwa bahasa berperan dalam
penamaan atau pengistilahan suatu unsur kebudayaan baru sehingga dapat
disampaikan dan dimengerti. Menurut Robert Sibarani (2002), setiap unsur
kebudayaan, mulai dari unsur terkecil sampai unsur terbesar diberi nama atau
istilah. Dalam proses pembelajaran dan pengajaran kebudayaan, nama atau istilah
pada unsur kebudayaan sekaligus berfungsi sebagai inventarisasi kebudayaan
tersebut, yang berguna untuk pengembangan selanjutnya. Atas dasar itu, hubungan
bahasa dengan kesenian dan sistem religi adalah bahasa berperan dalam penamaan
atau pengistilahan unsur-unsur kesenian dan religi baru sehingga dapat
disampaikan dan dimengerti oleh yang menerimanya. Setiap unsur kesenian dan
religi, dari unit yang terkecil sampai yang terbesar diberi nama atau istilah.
Dalam proses pembelajaran dan pengajaran kesenian dan religi. Nama atau istilah
itu digunakan untuk menginventarisasi kesenian dan religi tersebut untuk
pengembangan selanjutnya.
Bagaimanakah hubungan
religi dengan kesenian? Menurut William A. Haviland (1999), “kesenian harus
dihubungkan dengan, tetapi juga harus dibedakan dari agama. Garis pemisah di
antara keduanya tidak tegas.” Kesenian dan religi sangat berhubungan, hubungan
yang erat itu melahirkan kesenian religi yang biasa digunakan untuk mengiringi
upacara-upacara keagamaan. Dengan diringi berbagai jenis sastra, nyanyian dan
musik, upacara keagamaan berlangsung dengan semarak, khidmat dan turut membantu
mewujudkan situasi dan keadaan yang membuat umatnya terasa semakin lebih dekat
dengan Tuhan Yang Maha Esa. Kesenian adalah sebagai sarana penyaluran bakti dan
pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.6
Menjelaskan hubungan bahasa dengan budaya/geografi
Ada berbagai toeri mengenai hubungan bahasa dan
kebudayaan. Ada yang mengatakan bahasa itu merupakanbagian dari kebudayaan,
tetapi ada pula yang mengatakan bahwa bahasa dan kebudayaan merupakan dua hal
yang berbeda, namun mempunyai hubungan yang sangat erat, sehingga tidak dapat
dipisahkan. Ada yang mengatakan bahwa bahasa sangat dipengaruhi oleh
kebudayaan,sehingga segala hal yang ada dalam kebudayaan akan tercermin di dalam
bahasa.begitu pula Sebaliknya, ada juga yang mengatakan bahwa bahasa sangat
dipengaruhi kebudayaan dan cara berpikir manusia atau masyarakat penuturnya.
Menurut Koentjaraningrat sebagaimana
dikutip Abdul Chaer dan Leonie dalam bukunya Sosiolinguistik bahwa bahasa
bagian dari kebudayaan. Jadi, hubunganantara bahasa dan kebudayaanmerupakan
hubungan yang subordinatif, dimana bahasa berada dibawah lingkup
kebudayaan.Namun pendapat lain ada yang mengatakan bahwa bahasadan kebudayaan
mempunyai hubungan yang koordinatif, yakni hubungan yang sederajat, yang
kedudukannya sama tinggi. Masinambouw menyebutkan bahwabahasa dan kebudayaan
merupakan dua sistem yang melekat pada manusia.Kalau kebudayaan itu adalah
sistem yang mengatur interaksi manusia didalam masyarakat, maka kebahasaan
adalah suatu sistem yang berfungsi sebagai saranaberlangsungnya interaksi itu.
Dengan demikian hubungan bahasa dan kebudayaan seperti anak kembar siam,dua
buah fenomena sangat erat sekalibagaikan dua sisi mata uang, sisi yang satu sebagai
sistem kebahasaan dan sisi yang lain sebagai sistem kebudayaan.
Komponen-komponen lingkungan hidup tersebut terdiri dari dua jenis, yaitu
komponen biotik dan komponen abiotik.Komponen biotik adalah makhluk hidup yang
meliputi hewan, tumbuhan danmanusia. Komponen abiotik adalah benda-benda tak
hidup (mati) antara lain air,tanah, batu, udara dan cahaya matahari.Semua
komponen yang berada di dalamlingkungan hidup merupakan satukesatuan yang tidak
dapat dipisahkan dan membentuk sistem kehidupan yangdisebut ekosistem.Antara
komunitas dan lingkungannya selalu terjadi interaksi. Interaksi ini menciptakan
kesatuan ekologi yangdisebut ekosistem.
Ekosistem merupakan suatu kesatuan
fungsional antara komponen biotik dan komponen abiotik.Ekosistem merupakan
suatu interaksi yang komplek dan memiliki penyusunan yang beragam.Efek langsung
perubahan iklim terhadap kesehatan manusia tidaklah mudahdirumuskan.Definisi
perubahan iklim dan efek langsung bervariasi. Iklim mencakup perubahan suhu
permukaan bumi, yang dipengaruhi letak geografis, ketinggian, dan lingkungan
biota suatu daerah.Kunci perubahan iklim adalah perubahan suhu di suatu tempat
di muka bumi.Perubahan suhu tersebut mempengaruhi angin, hujan, salju,tumbuh‐tumbuhan, dan setelah itu hewan,termasuk organisme
mikro. Jika kita analisis perubahan suhu permukaan salah satu bagian bumi,
sebagai penyebab perubahan lainnya, maka efek yang paling langsung terhadap
kesehatan masnusia adalah efek ekstrim dingin dan ekstrim panas,relatif
terhadap rentang suhu yang toleransi manusia, tanpa manipulasi diri atau
lingkungan.Ketika gelombang panas melanda Eropa,banyak kematian penduduk lanjut
usia tidak terhindarkan. Seperti dikemukakan oleh Confalonieri (2007),
gelombang panas yang menyerang Perancis di bulan Juli dan Agustus 2003telah
menewaskan lebih dari 14.800 orang.Kematian tersebut merupakan dampak langsung
dariiklim ekstrim panas.sesungguhnya efek iklim terhadap kesehatan secara tidak
langsung sudahdikenal sejak lama. Kita mengenal siklusdemam berdarah yang
terkait dengan musim hujan. Begitu juga dengan serangan influenza,
malaria, diare, tifus dan sebagainya. Penyakit-penyakit tersebut berhubungan
dengan perubahan iklim melalui perubahan kehidupan vektor atau bahan bahan
transmisi penyebab penyakit.
Geografi agama dikembangkan
olehbeberapa tokoh antara lain Jongeneel,P. Deffontaines, dan D.E.
Sopher.Geografi agama bukan hanya menelaah pengaruh ruang atas agama dan gejala
keagamaan namun juga sebaliknya yakni pengaruh agama dan gejala keagamaan atas
keruangan.Relasi antara agama dan tata ruang sebenarnya sudah diketahui sejak
zaman kuno, salah satu tokohnya yaitu Hippocrates namun baru mulai populerdi
zaman filsuf pencerahan salah satunya oleh Montesquieu di Prancis.Montesquieu
mengungkapkan bahwa agama monotheisme seprti Yahudi,Kristen, dan Islam lahir di
tepi-tepi gurun pasir dengan bentang alam yang monoton diungkapkanpula bahwa
hampir semua agama besar muncul diwilayah permukaan bumi yang diapit25 dan 35
derajat Lintang Utara.Deffontaines membicarakan geografi agama dalam 5 pokok:
1. Agama dan geografi sebagai
tempat kediaman baik bagi orang yang masih hidup maupun bagi yang sudah
matiserta bagi dewa-dewa.
2. Agama dan penduduk;
pengaruh agama atas daerah dan sejarah penduduk; agama dan macam-macampenduduk;
agama dan kota-kota; agama dan demografi.
3. Agama dan eksploitasi;
agama dan pertanian; agama dan peternakan; agama dan industri; agama danpotensi
geografis daerah.
4. Agama dan lalu lintas;
pengungsianpara penganut agama; kegiatan ziarah; perdagangan dan pertukaran
barang atas latar belakang agama; jalan sebagai alat transportasi.
5. Agama dan jenis kehidupan;
kalender agama; tata kerja pemimpin agama; pekerjaan sehari-hari kebiasaan.
Melville J. Herskovits
menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
- Alat-alat teknologi.
- Sistem ekonomi.
- Keluarga.
- Kekuasaan politik-Politik.
Bronislaw Malinowski mengatakanada 4
unsur pokok yang meliputi:
- Sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya.
- Organisasi ekonomi.
- Alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembagapendidikan utama).
- Organisasi kekuatan (politik).
Kebudayaan material
Kebudayaan material mengacu pada
semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan
material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian
arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya.Kebudayaan
material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang,
stadion olahraga, pakaian, gedung pencakarlangit, dan mesin cuci.
Kebudayaannonmaterial
Kebudayaan nonmaterial adalah
ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya
berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
2.7
Menjelaskan hubungan bahasa dengan pranata sosial.
Kehidupan bermasyarakat selalu
menimbulkan hubungan antarmanusia dalam suatu lingkungan kehidupan tertentu.
Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan manusia lain untuk berinteraksi dan
saling memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak dapat dipenuhinya sendiri.
Pranata sosial berasal dari
bahasa asing social institutions, itulah sebabnya ada beberapa ahli sosiologi
yang mengartikannya sebagai lembaga kemasyarakatan. Menurut Horton dan Hunt (1987), yang dimaksud dengan pranata sosial
adalah suatu sistem norma untuk mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang oleh
masyarakat dianggap penting. Dengan kata lain, pranata sosial adalah sistem
hubungan sosial yang terorganisir yang yang mengejawantahkan nilai-nilai serta
prosedur umum yang mengatur dan memenuhi kegiatan pokok warga masyarakat.
Tiga kata kunci di dalam pembahasan mengenai pranata sosial adalah:
1. Nilai dan
Norma;
2. Pola
perilaku yang dibakukan atau yang disebut prosedur umum, dan
3. Sistem hubungan, yakni
jaringan peran serta status yang menjadi wahana untuk melaksanakan perilaku
sesuai dengan prosedur umum yang berlaku.
Menurut
Koenjaraningrat (1978) yang dimaksud dengan pranata-pranata sosial adalah
sistem-sistem yang menjadi wahana yang memungkinkan warga masyarakatnya untuk
berinteraksi menurut pola-pola resmi atau suatu sistem tata kelakuan dan
hubungan yang berpusat pada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi
kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan mereka.
Pranata
sosial adalah sesuatu yang bersifat konsepsional,artinya bahwa eksistensinya
hanya dapat ditangkap dan dipahami melalui sarana pikir, dan hanya dapat
dibayangkan dalam imajinasi sebagai suatu konsep atau konstruksi pikir.
Pranata
sosial terdapat dalam setiap masyarakat, baik masyarakat sederhana maupun
masyarakat kompleks atau masyarakat modern, karena pranata sosial merupakan
tuntutan mutlak adanya suatu masyarakat atau komunitas. Sebuah komunitas dimana
manusia tinggal bersama membutuhkan pranata demi tujuan keteraturan. Semakin
kompleks kehidupan masyarakat semakin kompleks pula pranata yang dibutuhkan
atau yang dihasilkan guna pemenuhan kebutuhan pokoknya dalam kehidupan bersama.
Pranata berjalan seiring dengan semakin majunya masyarakat.
Hal-hal di
atas telah membuktikan bahwa bahasa sangat berperan dalam kegiatan manusia.
Secara umum, tujuan utama diciptakannya pranata sosial, selain untuk mengatur
agar kebutuhan hidup manusia dapat terpenuhi secara memadai, juga sekaligus
untuk mengatur agar kehidupan sosial warga masyarakat bisa berjalan dengan
tertib dan lancer sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku di masyarakat itu
sendiri.
Sumber :
Chaer, Abdul
dan Leonie Agustina, 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta:
Rineka Cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar